Perangkat BK

Media bimbingan klasikal yang inovatif meningkatkan keaktifan siswa.

Double Track Tata Busana SMAN 1 Sampung

Proyek penelitian SMA DT keterampilan tata busana dari Dosen UNESA

Inovasi Bimbingan Klasikal

Mengimplementasikan teknologi AR dalam Bimbingan Klasikal.

Minggu, 01 Desember 2024

Guru BK Mampu Menerapkan Disiplin Positif melalui Konseling Realitas

Konseling realitas (Reality Therapy) yang dikembangkan oleh William Glasser dapat memainkan peran penting dalam disiplin positif di sekolah. Pendekatan ini berfokus pada membantu siswa untuk memahami dan mengubah perilaku mereka dengan cara yang lebih konstruktif, berdasarkan pemenuhan kebutuhan dasar mereka dan pengambilan tanggung jawab atas pilihan mereka sendiri. Dalam konteks disiplin positif, konseling realitas mendekati kedisiplinan tidak melalui hukuman atau ancaman, melainkan dengan mengajak siswa untuk merefleksikan perilaku mereka, memahami konsekuensi dari pilihan mereka, dan mengambil langkah untuk memperbaiki diri.

Berikut adalah beberapa cara konseling realitas mampu mendisiplinkan siswa dalam kerangka disiplin positif:

1. Menekankan Tanggung Jawab Pribadi

Salah satu prinsip utama dalam konseling realitas adalah bahwa setiap individu memiliki kekuasaan untuk mengubah dirinya sendiri. Dalam hal ini, siswa diajak untuk menyadari bahwa mereka memiliki kontrol penuh terhadap perilaku mereka, dan bahwa mereka bertanggung jawab atas pilihan yang mereka buat.

  • Dalam konteks disiplin positif, guru atau konselor tidak akan memaksakan perubahan perilaku kepada siswa, tetapi akan membantu siswa untuk mengenali pilihan yang mereka buat dan konsekuensi dari pilihan tersebut.
  • Dengan demikian, kedisiplinan muncul dari dalam diri siswa, bukan karena takut dihukum, tetapi karena mereka memahami bahwa mereka memiliki kontrol atas perilaku mereka dan dapat memilih untuk bertindak lebih baik.

2. Mengevaluasi Kebutuhan Dasar Siswa

Glasser berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh lima kebutuhan dasar: belonging (rasa diterima), power (kekuatan), freedom (kebebasan), fun (kesenangan), dan survival (keamanan). Dalam konseling realitas, seorang konselor atau guru akan membantu siswa untuk mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi yang mungkin mendorong perilaku negatif mereka.

  • Sebagai contoh, seorang siswa yang sering berperilaku mengganggu di kelas mungkin merasa kurang diterima (belonging) oleh teman-temannya atau mungkin merasa tidak memiliki kendali (power) atas situasi mereka.
  • Dengan membantu siswa memahami kebutuhan dasar mereka, konseling realitas dapat mengarahkan siswa untuk mencari cara-cara yang lebih positif untuk memenuhi kebutuhan tersebut tanpa harus melanggar aturan atau berperilaku buruk.

3. Menggunakan Teknik Pemecahan Masalah

Konseling realitas berfokus pada pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang bijak. Ketika seorang siswa melakukan pelanggaran, guru atau konselor akan membantu siswa untuk merefleksikan masalah yang dihadapi dan mencari solusi alternatif yang lebih baik.

  • Dalam hal ini, konselor tidak memberikan solusi langsung, tetapi mengajak siswa untuk berdiskusi dan mengeksplorasi pilihan-pilihan mereka. Mereka akan diminta untuk memikirkan konsekuensi dari tindakan mereka dan apa yang bisa mereka lakukan untuk memperbaikinya di masa depan.
  • Teknik ini tidak hanya membantu siswa mengubah perilaku negatif, tetapi juga mengajarkan mereka keterampilan pengambilan keputusan yang akan berguna dalam kehidupan mereka secara keseluruhan.

4. Fokus pada Perubahan Perilaku, Bukan pada Penyalahannya

Dalam konseling realitas, fokusnya adalah pada perubahan perilaku, bukan pada penyalahannya. Jika seorang siswa melanggar aturan, konselor atau guru akan berfokus pada bagaimana membantu siswa memperbaiki perilaku mereka, bukan menghukum atau menyalahkan mereka.

  • Pendekatan ini sejalan dengan prinsip disiplin positif yang menghindari hukuman fisik atau ancaman. Sebaliknya, pendekatan ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki kesalahan mereka melalui pemahaman dan pengelolaan diri.
  • Siswa didorong untuk mengambil tanggung jawab atas perilaku mereka dan berkomitmen untuk memperbaikinya dengan cara yang lebih konstruktif.

5. Meningkatkan Keterlibatan Siswa dalam Proses Disiplin

Konseling realitas sangat mengutamakan keterlibatan aktif siswa dalam proses konseling. Alih-alih memberi instruksi atau memaksakan disiplin, guru atau konselor mengajak siswa untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan penyelesaian masalah terkait perilaku mereka.

  • Dengan melibatkan siswa secara langsung dalam proses disiplin, mereka merasa lebih dihargai dan memiliki kontrol lebih besar atas tindakan mereka, yang mendorong mereka untuk bertanggung jawab atas perubahan perilaku mereka.
  • Pendekatan ini membangun rasa percaya diri siswa dan meningkatkan kesadaran diri mereka, yang penting dalam pembentukan disiplin yang datang dari dalam diri mereka.

6. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung

Dalam konseling realitas, guru atau konselor berperan sebagai pendengar yang empatik dan memberikan dukungan dalam proses perubahan perilaku siswa. Ini menciptakan lingkungan yang lebih mendukung dan mengurangi perasaan ketakutan atau kecemasan yang sering muncul akibat hukuman.

  • Siswa merasa lebih aman untuk mengungkapkan perasaan mereka dan bekerja sama dengan guru untuk memperbaiki perilaku mereka, yang mendukung penerapan disiplin positif di sekolah.

7. Mendorong Penghargaan terhadap Kebaikan

Konseling realitas juga melibatkan penguatan positif terhadap perubahan perilaku siswa. Guru atau konselor memberikan pujian atau penghargaan ketika siswa berhasil memperbaiki perilaku mereka.

  • Ini sejalan dengan prinsip disiplin positif yang lebih menekankan pada penguatan perilaku baik daripada menghukum perilaku buruk. Pujian yang diberikan akan memotivasi siswa untuk terus berperilaku positif dan menjadi lebih percaya diri dalam mengambil keputusan yang baik.

Secara keseluruhan, konseling realitas memberikan pendekatan yang lebih humanis dan konstruktif dalam mendisiplinkan siswa. Dengan berfokus pada pengambilan tanggung jawab pribadi, penyelesaian masalah, dan pemenuhan kebutuhan dasar, konseling realitas membantu siswa memahami mengapa mereka berperilaku dengan cara tertentu, serta memberikan mereka kesempatan untuk memperbaiki perilaku mereka secara positif, yang pada gilirannya mendukung terciptanya disiplin positif di lingkungan sekolah.

Inovasi Media dalam Layanan Bimbingan dan Konseling

Di tengah perkembangan zaman yang serba digital, layanan bimbingan dan konseling (BK) di sekolah memerlukan inovasi untuk tetap relevan dan efektif dalam mendukung perkembangan siswa. Salah satu bentuk layanan yang sering dijumpai di sekolah adalah bimbingan klasikal, yang biasanya dilakukan secara tatap muka di dalam kelas. Namun, pelaksanaan bimbingan klasikal ini tidak selalu berjalan lancar dan optimal. Banyak guru BK yang mengeluhkan terbatasnya jadwal untuk memberikan layanan bimbingan klasikal secara rutin. Bahkan, beberapa sekolah mengalami kendala dalam menetapkan jadwal bimbingan klasikal yang memadai, seperti yang terjadi di SMAN 1 Sampung, di mana hanya beberapa kelas yang mendapatkan kesempatan bimbingan klasikal.

Bimbingan klasikal memiliki peran strategis dalam membantu siswa mengenali potensi diri, mengembangkan karakter, serta menyediakan informasi penting tentang lingkungan sosial, pendidikan, dan karier. Tanpa kesempatan yang cukup untuk mengakses layanan bimbingan klasikal, guru BK akan kesulitan dalam melakukan asesmen terhadap kebutuhan dan karakteristik unik masing-masing siswa. Oleh karena itu, penting bagi guru BK untuk memanfaatkan segala strategi dan media yang ada untuk memastikan bimbingan klasikal dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Tantangan di Era Digital

Di era digital ini, generasi siswa yang kita hadapi dikenal dengan sebutan "generasi net" atau generasi yang tumbuh dengan teknologi digital. Mereka tidak hanya mampu mengakses informasi dengan cepat dari berbagai sumber, tetapi juga sangat terbiasa dengan penggunaan multimedia dan media sosial. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi guru BK untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi guna mengoptimalkan layanan bimbingan klasikal.

Google Sites, sebuah platform pembuatan website yang mudah diakses dan digunakan, menjadi salah satu solusi inovatif yang dapat digunakan oleh guru BK. Platform ini memungkinkan guru BK untuk membuat media bimbingan klasikal yang tidak hanya dapat diakses selama pertemuan di kelas, tetapi juga dapat diakses oleh siswa kapan saja dan di mana saja melalui perangkat mobile mereka.

Manfaat Google Sites dalam Bimbingan Klasikal

Salah satu manfaat utama dari penggunaan Google Sites dalam layanan bimbingan klasikal adalah fleksibilitas waktu dan akses. Dengan menggunakan Google Sites, guru BK dapat mengunggah materi bimbingan, gambar, animasi, video, dan berbagai sumber daya lainnya yang dapat diakses oleh siswa melalui smartphone mereka. Ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan informasi yang diperlukan di luar jam bimbingan kelas, sehingga proses bimbingan dapat berjalan secara berkelanjutan.

Selain itu, integrasi Google Sites dengan layanan Google lainnya, seperti Google Forms, memungkinkan guru BK untuk melakukan asesmen dan evaluasi secara lebih mudah dan efektif. Guru BK dapat mengunggah kuis atau survei untuk menilai kebutuhan dan perkembangan siswa, serta mengumpulkan data yang diperlukan untuk merencanakan program bimbingan yang lebih tepat sasaran.

Pengembangan Media Bimbingan Klasikal Berbasis Google Sites

Penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan media bimbingan klasikal berbasis Google Sites menunjukkan hasil yang sangat positif. Media ini terbukti efektif dalam meningkatkan partisipasi siswa dalam layanan bimbingan klasikal. Berdasarkan uji kelayakan oleh ahli pengguna dan uji lapangan, media web berbasis Google Sites layak untuk digunakan dalam bimbingan klasikal karena memenuhi prinsip-prinsip ACTIONS (Access, Cost, Teaching & Learning Functions, Interactive, Organization, Novelty, Speed) yang dikemukakan oleh Tony Bates (1995).

Dengan menggunakan model pengembangan ASSURE yang mencakup langkah-langkah analisis karakteristik peserta didik, penetapan tujuan media, pemilihan strategi dan materi, serta evaluasi terhadap media yang telah diuji coba, guru BK dapat menciptakan media bimbingan yang tidak hanya menarik tetapi juga efektif dalam mencapai tujuan layanan.

Tantangan dan Solusi

Meskipun media Google Sites menawarkan banyak keuntungan, implementasinya tetap memerlukan perhatian khusus. Guru BK harus memperhatikan kebutuhan siswa, karakteristik mereka yang terbiasa dengan teknologi, serta ketersediaan fasilitas di sekolah. Selain itu, keterampilan dalam menggunakan teknologi juga menjadi faktor penting yang harus dimiliki oleh guru BK agar dapat memanfaatkan media ini dengan maksimal.

Namun, di balik tantangan tersebut, inovasi ini memiliki potensi besar untuk mengubah cara layanan bimbingan klasikal diselenggarakan. Guru BK yang cakap dalam memanfaatkan teknologi akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan dan memenuhi kebutuhan siswa di era digital ini.

Kesimpulan

Bimbingan klasikal yang sebelumnya terbatas oleh jadwal dan waktu kini dapat diperluas dan dioptimalkan dengan penggunaan media berbasis teknologi, seperti Google Sites. Melalui media ini, siswa dapat mengakses materi bimbingan kapan saja, di mana saja, dan dengan cara yang menyenangkan. Inovasi ini tidak hanya meningkatkan partisipasi siswa, tetapi juga memungkinkan guru BK untuk memberikan layanan yang lebih efektif, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan demikian, guru BK dapat terus berperan sebagai fasilitator yang mendukung kemandirian siswa dalam mengembangkan potensi mereka, sekaligus menjadi profesional yang siap menghadapi tantangan pendidikan di abad 21.

Dengan semakin berkembangnya teknologi, sudah saatnya guru BK memanfaatkan berbagai platform digital untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan lebih relevan bagi siswa. Penggunaan Google Sites adalah langkah awal yang cerdas dalam mewujudkan layanan bimbingan klasikal yang lebih efektif, modern, dan responsif terhadap kebutuhan siswa.

Tulisan ini merupakan resume dari artikel penulis yang telah terbit pada jurnal Nusantara of Research, https://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/efektor/article/view/13797