Sabtu, 30 November 2024

Disiplin Positif: Ini yang bisa dilakukan guru BK

Pada Februari 2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi meluncurkan Kurikulum Merdeka yang membawa banyak perubahan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Kurikulum ini terinspirasi oleh pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara yang mengajarkan bahwa pendidikan adalah proses menuntun anak untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan setinggi-tingginya. Dalam konsep ini, pendidikan harus bebas dari ancaman, hukuman, atau perundungan yang membuat anak merasa takut saat belajar. Salah satu aspek penting dari Kurikulum Merdeka adalah penerapan disiplin positif, yang sangat relevan dengan peran Guru Bimbingan dan Konseling (BK).

Apa itu Disiplin Positif?

Disiplin positif adalah pendekatan dalam mendidik siswa untuk melakukan kontrol diri tanpa menggunakan hukuman atau ancaman. Pendekatan ini berfokus pada pemberian penguatan positif dan pembentukan kepercayaan diri siswa melalui pengajaran nilai-nilai kebajikan. Dalam kurikulum merdeka, kedisiplinan diharapkan muncul dari kesadaran dan keyakinan diri siswa, bukan karena rasa takut akan hukuman. Disiplin positif dikembangkan dan dipromosikan oleh Jane Nelsen, seorang psikolog dan penulis buku terkenal Positive Discipline. Ada 6 pendekatan dalam penerapan disiplin positif: 1) Pendekatan pertama yakni menggunakan konsekuensi yang logis dan alami yang menjadi cara untuk memenangkan hati murid; 2) memahami bahwa murid memiliki 4 tujuan dari perilaku tidak taat; 3) menggunakan kebaikan dan ketegasan di waktu yang bersamaan ketika menghadapi sikap ketidaktaatan murid; 4) mengizinkan murid dan guru memiliki relasi yang saling menghormati dan membangun; 5) mengembangkan pertemuan orangtua dengan murid untuk mendukung efektifitas penanganan sikap ketidaktaatan; 6) menggunakan dorongan yang menginspirasi murid untuk mengoreksi diri sendiri (Nelsen, 2006; as cited in Burden, 2013).

Relevansinya dengan Choice Theory dan Reality Therapy (William Glasser)

Tokoh yang mengaitkan konsep disiplin positif dengan teori William Glasser, khususnya teori Choice Theory dan Reality Therapy, adalah Diane Gossen. Diane Gossen adalah seorang pendidik dan konselor yang mengembangkan konsep "Restitution" (pendekatan restoratif) dalam disiplin positif, yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran Glasser.

Gossen mengadaptasi teori Choice Theory dari William Glasser, yang menyatakan bahwa perilaku manusia didorong oleh kebutuhan dasar untuk merasa diterima (belonging), merasa memiliki kekuatan (power), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan keamanan (survival). Dalam konteks disiplin positif, Gossen menerapkan pendekatan ini untuk membantu siswa memahami alasan di balik perilaku mereka dan memberi mereka kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dengan cara yang lebih konstruktif, bukan dengan hukuman.

Melalui Restitution dan pendekatannya yang berlandaskan teori Glasser, Gossen menekankan bahwa disiplin tidak perlu melibatkan hukuman atau ancaman, tetapi dapat dilakukan melalui penguatan positif dan perbaikan perilaku yang berasal dari kesadaran diri siswa. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip-prinsip disiplin positif yang mengedepankan pemahaman, pengertian, dan tanggung jawab.

Peran Guru BK dalam Mengimplementasikan Disiplin Positif

Guru BK memegang peran kunci dalam penerapan disiplin positif, terutama di sekolah-sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka. Sebagai profesional yang terlatih dalam konseling, guru BK memahami teori kontrol dan konseling realitas yang dikembangkan oleh William Glasser. Dengan pemahaman ini, guru BK bisa membantu siswa untuk mengatasi masalah perilaku dengan pendekatan yang lebih humanis dan mendidik, bukan dengan menghukum atau menakut-nakuti. Beberapa aktifitas yang bisa dilakukan oleh guru BK sesuai dengan kompetensi profesional yang dimiliki:

1.   Penguasaan terhadap konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli

Kompetensi ini memungkinkan guru BK melakukan asesmen diagnostik untuk mengenali kondisi, latar belakang, dan karakteristik setiap siswa. Guru BK dapat menggunakan instrumen yang sudah ada ataupun membuat instrumen sendiri untuk mengenali karakteristik dan kebutuhan siswa. Melalui kegiatan asesmen ini akan diperoleh data yang menyeluruh tentang siswa. Sehingga guru BK mampu merumuskan pendekatan yang lebih komprehensif dan pemahaman yang akurat tentang klien dan alasannya untuk memberikan layanan konseling (Drummond & Jones, 2010). Berkaitan dengan penerapan disiplin positif, setidaknya ada 3 informasi yang bisa didapatkan melalui asesmen, yaitu:

  • Perilaku siswa yang berpotensi mengganggu kedisiplinan, serta faktor-faktor yang memengaruhinya.
  • Kebutuhan dasar siswa, seperti kebutuhan akan rasa diterima, kekuatan, kebebasan, kesenangan, dan rasa aman.
  • Masalah emosional atau sosial yang mungkin mendasari perilaku siswa, seperti kecemasan, stres, atau masalah hubungan dengan teman sebaya.

Hasil asesmen ini memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang mungkin menjadi penyebab perilaku yang tidak diinginkan, sehingga guru BK dapat merancang pendekatan disiplin positif yang sesuai dengan kondisi setiap siswa.

 

2.   Penguasaan kerangka teoritik dan praksis bimbingan dan konseling

Penguasaan terhadap berbagai teori dan pendekatan konseling menjadi ciri khas pelayanan profesional guru BK. Tentu saja penguasaan teori itu diikuti dengan praktik penerapannya dalam membantu siswa menyelesaikan permasalahan. Berkaitan dengan implementasi disiplin positif, kompetensi ini fokus pada pelayanan responsif. Dalam BK komprehensif, layanan responsif ini dicontohkan seperti konseling (individu dan kelompok), konsultasi, kolaborasi, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus (referral). Layanan peminatan dan perencanaan individual, dan dukungan sistem. Disiplin  positif  merupakan cara mendisiplinkan peserta didik dengan mengkomunikasikan tentang keyakinan  dan  konsekuensi  logis melalui   sikap   tanggung   jawab, empati,  dan sopan (Sumantri & Budimansyah, 2020). Pemilihan treatmen dalam menangani siswa yang melakukan pelanggaran disiplin ini harus memperhatikan hasil asesmen (kompetensi profesional nomor 1). Apabila guru BK belum memiliki data tentang anak, ia harus menemukannya terlebih dahulu, baik saat wawancara langsung maupun studi dokumentasi. Barulah kemudian menentukan strategi yang akan digunakan. Dengan cara demikian tidak akan mungkin guru BK memberikan hukuman terhadap siswa. Karena guru BK memiliki struktur kerja yang sistematis dan berdasarkan data empiris. Hal inilah yang diinginkan oleh pendekatan disiplin positif sebagai revolusi cara mendisiplinkan siswa di sekolah.

Lalu Bagaimana konseling realitas berpengaruh pada disiplin positif?

3.   Kemampuan Merancang Program Bimbingan dan Konseling

Indikator seorang guru BK dapat merancang program bimbingan dan konseling dengan baik adalah sebagai berikut: (1) Menganalisis kebutuhan konseli, (2) Menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan, (3) Menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling, (4) Merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling. Dalam penerapan disiplin positif, kemampuan guru BK untuk menganalisis kebutuhan siswa serta memetakan kerawanan terjadinya perilaku indisipliner menjadi bahan preventif untuk meminimalisir pelanggaran atau bahkan mencegah terjadinya pelanggaran disiplin. Melalui berbagai topik pada layanan klasikal baik pada bidang pribadi, social, belajar dan karier, guru BK memiliki kesempatan untuk menumbuhkan kesadaran intrinsik dalam berperilaku disiplin sesuai dengan keyakinan yang dimiliki. Sebagai contoh guru BK dapat memberikan layanan klasikal dengan tema menumbuhkan kesadaran diri, Membangun rasa tanggung jawab pribadi dan kelompok, Mengambil keputusan yang baik, Berkomunikasi secara efektif, Empati dan Rasa Hormat dan lain sebagainya.

 

Kesimpulan

Guru Bimbingan dan Konseling (BK) memainkan peran yang sangat penting dalam mengimplementasikan disiplin positif di sekolah. Dengan kompetensi profesional yang dimilikinya, guru BK tidak hanya bertugas sebagai konselor, tetapi juga sebagai fasilitator dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pembentukan perilaku disiplin yang baik. Beberapa peran utama yang dapat dilakukan oleh guru BK dalam penerapan disiplin positif antara lain:

  1. Melakukan Asesmen untuk Memahami Kondisi dan Kebutuhan Siswa
    Guru BK menggunakan asesmen untuk mengenali kondisi, latar belakang, dan karakteristik siswa secara menyeluruh. Melalui asesmen ini, guru BK dapat mengidentifikasi perilaku yang berpotensi mengganggu kedisiplinan serta faktor-faktor yang memengaruhinya, seperti kebutuhan dasar siswa (misalnya rasa diterima, kekuatan, kebebasan) dan masalah emosional atau sosial yang mendasari perilaku tersebut. Dengan informasi yang akurat dari asesmen, guru BK dapat merancang pendekatan disiplin positif yang lebih tepat dan sesuai dengan kondisi masing-masing siswa.
  2. Menggunakan Kerangka Teoritis dan Praksis Bimbingan dan Konseling
    Penguasaan guru BK terhadap berbagai teori konseling, seperti konseling realitas, memungkinkan mereka untuk memberikan layanan konseling yang lebih responsif, baik secara individu maupun kelompok. Dengan menggunakan pendekatan disiplin positif, guru BK dapat mengkomunikasikan keyakinan dan konsekuensi logis melalui sikap tanggung jawab, empati, dan sopan. Ini memberikan siswa kesempatan untuk bertanggung jawab atas perilaku mereka, bukan melalui hukuman, melainkan melalui pemahaman dan pembelajaran.
  3. Merancang Program Bimbingan dan Konseling yang Komprehensif
    Guru BK juga berperan dalam merancang program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan dan berbasis pada kebutuhan siswa. Dengan menganalisis kebutuhan siswa dan memetakan potensi kerawanan terjadinya perilaku indisipliner, guru BK dapat mengembangkan program yang bersifat preventif untuk mencegah pelanggaran disiplin. Melalui layanan klasikal dengan topik-topik seperti kesadaran diri, tanggung jawab pribadi, pengambilan keputusan yang baik, dan komunikasi efektif, guru BK dapat menumbuhkan kesadaran intrinsik pada siswa untuk berperilaku disiplin.
  4. Menumbuhkan Kesadaran Intrinsik dalam Disiplin
    Guru BK memiliki kesempatan untuk menumbuhkan kesadaran intrinsik siswa mengenai pentingnya berperilaku disiplin sesuai dengan keyakinan yang dimiliki. Dengan menggunakan pendekatan yang lebih berbasis pada pemahaman dan refleksi diri, guru BK dapat membantu siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai disiplin yang datang dari kesadaran dan tanggung jawab mereka sendiri, bukan karena rasa takut atau ancaman.

Secara keseluruhan, peran guru BK dalam mengimplementasikan disiplin positif sangat terkait dengan pemahaman mereka terhadap kebutuhan individu siswa, penggunaan teori konseling yang tepat, dan penerapan program-program bimbingan yang holistik dan preventif. Dengan pendekatan ini, guru BK dapat membantu siswa untuk mengembangkan perilaku disiplin yang sehat, berbasis pada kesadaran diri, pengambilan keputusan yang baik, serta tanggung jawab pribadi dan sosial. 

Atau kunjungi tulisan saya tentang ini di https://proceeding.unpkediri.ac.id/index.php/kkn/article/view/2979

Daftar Pustaka
  • Burden, P. (2013). Classroom management: Creating a successful K-12 learning community (5th ed.). United States, America: Courier Kendallville.
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 Tanggal 11 Juni 2008.
  • Sumantri,  E.,  &  Budimansyah,  D. (2020).   Penerapan   Disiplin Positif   dalam   Mewujudkan Pendidikan  Anti  Kekerasan  di Sekolah. Jurnal Civicus, 20(1),4050.https://ejournal.upi.edu/index.php/civicus/article/view/16353/22643


Lokasi: Jl. Raya Sampung No.34A, Sampung Lor, Tulung, Kec. Sampung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur 63454, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar